Senin, 01 April 2013


Review: BlackBook, Indonesian Hiphop Documentary


However, saya tak akan melewatkan kesempatan untuk menjadi bagian dari orang-orang pertama yang menyaksikan film dokumenter hiphop pertama di negara ini, jadi saya merelakan diri untuk repot-repot mengosongkan isi kantong saya di depan detektor logam.
Saya tak ingat kapan terakhir kali datang ke acara yang dibuat oleh komunitas hiphop lokal. Sejak Manifestone, grup hiphop hebat yang tak pernah ada itu berkabut nasibnya, berada dalam sleep mode, rasanya saya tercerabut dari berbagai aktivitas kalangan hiphop Indonesia. Senang rasanya kembali menyaksikan kawan-kawan beraksi di atas panggung dan yang lebih membanggakan lagi tentu saja menyaksikan BlackBook.
Film ini mendokumentasikan perjalanan hiphop di Indonesia dari sejak zaman Iwa K hingga sekarang. Anda bisa menyaksikan bagaimana para punggawa Guest Music melakukan napak tilas memori tentang bagaimana dulu mereka membentuk Iwa K sebagai pionir rap di Indonesia. Demikian juga dengan orang-orang di balik Pesta Rap, album kompilasi yang bersejarah itu. Berbagai ingatan masa kecil kembali terlintas saat menyaksikan video klip lawas dari Black Skin dan Blake diputar.
Dalam BlackBook anda juga bisa melihat berbagai interview yang dilakukan dengan para legenda hiphop Indonesia. Anda bisa melihat bagaimana perjuangan Erik dan Doyz dulu membangun Black Kumuh – nama yang menurut Erik berasal dari pengalaman mereka dulu manggung di Blok M dengan sandal jepit dan wardrobe pinjaman dari Matahari dan Borobudur. Anda bisa melihat video rekaman Black Skin manggung di Tanamur, Tanah Abang, tempat yang saya sendiri tak tahu itu apa, tapi dari gambarnya terlihat ghetto sekali.
Kekuatan yang paling mencolok dari BlackBook ini adalah betapa banyaknya dokumentasi yang dimiliki sebagai landmark dari pergerakan hiphop di Indonesia. Nampaknya Ferri Yuniardo, orang di balik BlackBook yang juga setengah dari duo Sweet Martabak yang legendaris itu, mempunyai visi dari dulu bahwa kelak dirinya akan membuat film dokumenter hiphop.
Anda bisa menyaksikan berbagai rekaman dari zaman Ground Zero dulu hingga berbagai festival hiphop yang marak di awal milenium. Juga klarifikasi soal apa yang sebenarnya mendasari feud ”Hiphop sudah mati” antara Homicide dan Xcalibour yang masih menjadi buah bibir kalangan hiphop Indonesia sampai sekarang. Satu yang tak ingin anda lewatkan adalah penampilan perdana Saykoji tahun 2000 yang kala itu lebih mirip dengan Raben dibanding dirinya sekarang.
Secara umum, BlackBook menyajikan cerita dan insights dari berbagai kalangan hiphop Indonesia. Dari Yacko, Xaqhala, Wisha, Mizta D, Soul ID hingga Ucok Homicide, semuanya memberikan tanggapannya tentang budaya hiphop Indonesia. Dan masih banyak nama-nama lain yang saya tak ingat untuk disebutkan satu per satu.
Yang unik dari film BlackBook ini dalam bentuk penyajian adalah ketiadaan narator yang memandu penonton untuk memahami alur cerita. Sebelum acara, John Parapat – yang mengaku belum menonton filmnya sebelumnya, tapi saya tak yakin ia sedang berkata jujur. hehe – mengatakan bahwa film ini tidak memiliki plot. Jika ada alur cerita yang terlihat dalam perkembangannya, itu sama sekali tidak direncanakan.
Tapi ketiadaan narator malah menyebabkan narasi film menjadi lebih leluasa, tanpa batas. Footage dan interview yang dilakukan dengan sendirinya menjadi pemandu bagi ke arah mana alur ”cerita” film ini akan dibawa. Konsekuensinya memang proses penyampaiannya terkesan berlompat-lompat, tapi itu menjadi keseruan sendiri dalam dalam konteks hiphop, di mana kultur ”freestyle” menjadi kebanggaan.
Ferri sendiri mengatakan bahwa belum ada rencana untuk mendistribusikan film ini dalam bentuk DVD. Ia menjelaskan bahwa fokus utamanya adalah melakukan screening film ini ke daerah-daerah yang dikombinasikan dengan acara komunitas hiphop setempat. Tentu ia memiliki pertimbangan tersendiri walaupun saya pribadi mengganggap bahwa karena BlackBook ini adalah sebuah dokumentasi sejarah yang luar biasa, maka exposure yang seluas-luasnya dibutuhkan untuk penyebarannya.
Saya teringat beberapa tahun lalu seorang kawan dari Belgia menanyakan di mana ia bisa mencari referensi dan dokumentasi budaya hiphop di Indonesia. Saya tak bisa menjawab, karena kalaupun memang ada kala itu, keberadaannya tak diketahui. Sekarang, jika ada yang memberi pertanyaan serupa, saya akan menjawab bahwa sekarang kita punya BlackBook, film dokumenter hiphop Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar